Minggu, 07 Agustus 2011

Bercinta Dengan Paman


Ini adalah penggalan dari salah satu kisah yang pernah saya alami. Sejak kecil orang tua saya telah membiasakan saya hidup teratur, bersih dan rapi, sehingga beranjak remaja saya sudah terbiasa hidup teratur, sampai sekarang saya lebih suka mengerjakan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain karena terbiasa sejak kecil begitupun dengan masalah bergaul aku gak sembarangan bergaul dengan orang lain.

Dari hari ke hari hidupku semakin di hantui dengan segala macam warna kehidupan tapi saya tetap berusaha eksis dengan mengambil hal-hal yang sesuai dengan prinsip hidup saya, sejalan dengan bertambahnya usia terkadang ada hal-hal tertentu tak bisa saya tolak sehingga menimbulkan variasi dalam cara berbikir saya salah satunya adalah kebutuhan biologis. Tak terpikir olehku kalo ternyata dari sekian banyak bagian dari kehidupan semuanya berjalan berkesinambungan, tergantung dari setiap individu itu sendiri bagaimana dia mengolahnya dan memetik bagian yang dianggap sesuai dengan selera hidupnya sekeras apapun kita menolak semuanya terkadang hal itu hanya akan menimbulkan beban batin yang berkepanjangan tapi jangan kuatir bukankah ada pepatah yang mengatakan 'ada seribu satu macam jalan menuju roma', tidak ada masalah yang tidak ada pemecahannya jadi jangan kuatir semuanya akan bisa di atasi sepanjang keingian itu masih ada.

Nama saya Chris, saya salah satu mahasiswa PTN terkemuka di Indonesia bagian timur sekarang saya berumur 20 tahun perjalanan hidup saya penuh dengan lika-liku hingga sekarang pahit getirnya kehidupan saya sudah rasakan, ternyata kehidupan itu tak ubahnya adalah suatu bentuk metamorfosis dari mahluk yang menjalaninya dan akan mencapai klimaksnya yang kita sendiripun tidak tau kapan..

Sekarang saya akan mengajak kalian secara mundur (flashback) mengikuti suatu cerita di masa kecil saya tepatnya ketika saya masih berstatus murid sekolah dasar, sejak kecil saya suka berdiam diri di rumah apabila gak ada yang mengajak main saya cenderung di rumah nonton TV ataupun main game atau mengulang pelajaran disekolah, tak mengherankan jika nilai rapor saya selalu bagus dibanding dengan saudara-saudara saya yang lain.

saya punya beberapa Paman yang sangat perhatian dengan saya, katanya saya beda dengan anak-anak yang lain mereka cenderung nakal dan urak-urakan, salah satu Paman saya itu bernama yudi ketika saya masih sekolah dasar Paman saya itu sudah berumur sekitar 25-an. Orangnya memang sangat baik dia senang mengajari saya matematika begitu pula dengan pelajaran lainnya sebenarnya dia masih sepupu saya tapi karena umurnya sedikit jauh diatas saya makanya saya lebih senang memanggilnya Paman.

Sore itu Ayah dan Ibu kebetulan gak ada di rumah saudara-saudara yang lain juga gak ada kakak ikut studi tour sedangkan adik ikut les matematika, saya sendiri sedang mengulangi pelajaran yang tadi saya dapatkan disekolah, tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk saya memasang telinga dengan baik memastikan apakah benar ada yang mengetuk pintu.

"Tok.. tok.. tok.." suara pintu terdengar sangat jelas.
"Siapa yach" jawabku sedikit lantang.
"Ini Yudi, Chris" jawabnya dari balik pintu.
mendengar kalo yang menjawab itu Paman yudi aku segera menghampiri pintu dan membukanya.
"Eh, Paman Yudi, masuk Paman!" sambil mempersilahkannya masuk.
Paman Yudi segera menghampiri meja di mana saya belajar lalu diam sejenak memandang buku-buku yang tergeletak tak beraturan.
"Ibu kamu kemana Chris, kamu sendiri yach?" sambil mengutak-atik buku tersebut.
"Iya Ibu ama Bapak keluar Paman, dia gak bilang tuch mau kemana katanya nanti malam baru pulang" jawabku pelan sambil masih terus memperhatikannya.

Sore itu Paman sedikit beda, kelihatannya sedikit lebih fres dari biasanya dibalut dengan baju kemeja dan celana jeans memperlihatkan postur tubuh yang sangat proporsional ditambah lagi wajahnya yang cakep, bersih dengan aroma parfum yang maskulin membuatku hanyut dalam keharuman. Sudah cukup lama aku memperhatikan pamanku selain karena orangnya baik dia juga senang mengajari saya makanya saya senang setiap kali dia datang ke rumah.

"Mau ke mana Paman rapi banget".
"Rencananya sich mau keluar tapi kayaknya gak jadi dech" seraya menganggukkan kepalanya memberi isyarat memanggilku. Akupun lalu duduk didekatnya.
"Kalo Fery ama Nanda kemana?" tanyanya pelan sambil membaca salah satu buku pelajaranku.
"Fery studi tour Paman sedang Nanda sekarang di sekolah katanya ada les tambahan" jawabku pelan.

Beberapa saat berlalu tiba-tiba di luar jangkauan berpikir saya tangan Paman telah memegang tanganku dielusnya tanganku pelan dan sesekali bernafas panjang saya sendiri hanya diam kebingungan dalam batin saya berkata ada apa dengan Paman, dan kenapa juga saya merasakan sesuatu yang hangat dan damai. Dibimbingnya tanganku menyentuh pahanya lalu berhenti disuatu gundukan tepat dibagian tengah dari tubuhnya yang tidak lain adalah kontolnya sendiri, aku merasakan gundukan tersebut berdenyut-denyut tegang dan mengeras.

"Kamu sayang Paman gak Chris?".
Aku mengangguk seraya memeluk pamanku, baru kali ini aku bisa mendekat erat pamanku seolah aku tak ingin melepaskan pelukanku. Entah kenapa, anak seusia saya pada waktu itu sudah bisa memiliki perasaan seperti itu.
"Chris, mau bantu Paman gak?" tanyanya dengan bunyi seperti desahan.
"Bantu apa Paman" jawabku polos.
"Kalau kamu memang sayang ama pamam lakukan apa yang Paman perintahkan" kata Paman seraya mengecup keningku, akupun semakin memeluk erat pamanku tidak ingin melepaskannya.

Perlahan-lahan pamanku mulai menciumi satu persatu dari bagian wajahku mulai dari keningku, pipiku dan terakhir tentunya bagian yang paling sensitif yakni bibirku dilumatnya bibirku dengan mesra, hangat dan lembut akupun mencoba membalasnya tapi waktu itu aku belum tahu bagai mana cara berciuman yang asyik aku cuma mengerak-gerakkan bibirku seadanya untunglah pamanku membimbingku dengan
baik sehingga kami berdua bisa merasakan betapa nikmatnya bibirku dan bibir Paman yang saling menyatu, nafas Paman semakin memburu gerakan Paman semakin dipercepat tapi masih dalam keadaan terkontrol sehingga saya tidak kelabakan jadinya.

Sambil tetap masih dalam keadaan mengulum bibirku yang mungil tangan Paman asyik mengerayangi bagian tubuhku yang lain termasuk adik keciku yang sedikit demi sedikit mulai mengeras. Puas dengan bagian bibirku Paman kemudian meningkatkan permainan lidahnya dengan menjilati bagian tubuhku yang lain leher, dada lalu hinggap di kedua puting susuku yang sedikit kemerahan dipilinnya dengan lembut aku mengeliat menahan rasa geli terkadang aku tertawa saking gelinya tapi asyik juga setelah itu sapuan lidahnya berkelebat lagi ke arah bawah membuka perlahan-lahan celanaku dan segera ditebasnya adik kecilku yang manis dengan lidahnya di lanjutkan dengan tarian lidahnya aku dibawahnya melayang akhirnya adik kecil itu tegang juga meskipun ukurannya kecil pamanku nampaknya sangat menikmatinya.

Pamanku benar-benar hebat dia sangat berpengalaman emosinya terkontrol dengan baik sehingga setiap gerakan yang dilakukan jauh dari sentuhan yang liar sehingga aku juga senang menyambutnya, puas menikmati bagian-bagian tubuhku, Paman berdiri lalu saya melihat Paman membuka satu persatu pakain yang melekat ditubuh seksinya itu dadanya yang terbentuk memberikan kesan yang sangat seksi sekali, putih dengan sedikit bulu halus yang menghiasinya. Tangannya sekarang turun ke bawah dibukanya resleting celananya lalu dipelorotkan celana jeansnya, wow suatu gundukan yang cantik sekali terlihat gundukan itu besar sekali.

"Paman besar sekali adiknya" kataku sambil tertawa kecil.
Paman hanya tersenyum lalu dibukanya cdnya dan tampaklah sebuah meriam yang siap melepaskan tembakan ukurannya sangat besar sekali. Pamanku mengangkat tubuhku kali ini aku menindihnya lalu Paman menyuruh aku menciumnya aku pun melakukannya.
"Aghh..", Paman mendesah lembut akupun semakin melumat bibir pamanku yang kelihatan sangat fresh itu, entah kenapa secara spontan tanpa disuruh oleh Paman aku menjilati leher Paman lalu turun ke lehernya lalu aku merambah ke dada seksinya aku hanya mengikuti apa yang telah dilakukan Paman tadi padaku, desahan Paman datang silih berganti kali aku memilin kedua puting susu pamanku enak juga aku seakan menikmati ice cream lembut dan hangat.

Kali ini pamanku sedikit mendorong kepalaku ke bagian bawah sepertinya menyuruhku untuk mencicipi bagian bawah tubuhnya setelah dadanya lidahku turun ke bagian perutnya kunikmati seadanya lalu aku turun lagi sedikit demi sedikit terasa sekali denyutan-denyutan kontol pamanku pada bagian leherku.
"Hisap Chris, hisap sayang yang itu" sambil memegang kemaluannya lalu dibimbingnya kemaluan itu masuk ke dalam mulutku.
"Aggh.. hisap terus sayang", mata pamanku merem melek mengikuti ritme gerakan hisapanku yang semakin menjadi-jadi meskipun sedikit tidak teratur aku melakukannya namun pamanku tetap menikmatinya tubuhnya menggelinjang hebat. Aku sendiri sangat menikmatinya baru kali ini merasakan sesuatu yang sangat enak, empuk, kenyal, lembut dan hangat seandainya aku disuruh memilih antara ice cream dengan barang milik pamanku aku akan memilih barang milik pamanku itu.

Berapa menit telah berlalu aku masih asyik bercinta dengan pamanku cara pamanku sangat romantis sehingga memberika kesan kalau pamanku juga memberikan kesempatan aku menikmatinya, Posisi kami sekarang berubah Paman memintaku untuk berjongkok di atas tubuhnya kali ini sepertinya Paman ingin mencicipi anusku yang mungil dan lembut tersebut setelah mengolesi sedikit lotion ke kemaluannya, dibimbingnya barang tersebut masuk ke anusku. Agak susah memang, aku merintih beberapa kali karena merasa kesakitan.

"Aghh! Paman, sakit sekali" kataku.
"Paman akan pelan-pelan sayang" balas pamanku.
Setelah beberapa kali mencoba akhirnya masuk juga "Blesstt.." aku merintih kesakitan, untuk beberapa saat Paman tidak bergerak dia asyik membelai dan memainkan adik kecilku agar aku sedikit merasa keenakan ternyata usaha pamanku berhasil setelah itu pinggul pamanku naik turun sehingga kurasakan gesekan di dalam anusku perih tapi aku menikmatinya lantunan bunyi decak dalam anusku sangat berirama aliran darahku terasa terhenti, anusku tertusuk.
"Ahh.." sedikit demi sedikit aku mulai mendesah menandakan aku menikmati permainan pamanku.

Pamanku sepertinya lelah sekarang dia mengubah posisi disuruhnya aku menungging lalu pelan-pelan kembali dia masukkan kontolnya itu ke dalam anusku kali ini sedikit memaksa.
"Agh! sakit.." kali ini aku memekik.
Dengan pelan pamanku menggerakkan pantatnya maju mundur seraya kedua tangannya memelukku, lama kelamaan gerakkannya sedikit di percepat kali ini nafsu pamanku semakin memburu sepertinya dia tidak bisa lagi menahan nafsunya yang kian membara.
"Yeahh.. ahh.." pamanku mendesah hebat.
Desahannya datang silih berganti dan suatu ketika dia segera melepas barangnya dari anusku yang sangat sempit, perih memang.
"Buka mulutmu sayang" ujar Paman sambil mengarahkan kontolnya ke arah mulutku.
Pamanku mengocok kontolnya sendiri lebih cepat dan "Crot.. crot.. crot".
"Ah.. yeahh.. ahh.." pamanku mengerang.
Spermanyapun tumpah ruah di dalam mulutku sebagian lagi jatuh ke badanku, melihat sperma yang begitu banyak tertampung dalam mulutku segera dikulumnya mulutku akupun membalas kuluman itu, kami saling berbagi sperma pamanku itu dalam mulut yang bersatu.
"Apa ini Paman kok asin?" masih sempat kata itu keluar dari mulutku yang polos di kala itu.
"Itu air mani sayang atau pejuh, telan aja enak kok" kata pamanku dengan tersenyum lalu kembali menciumku.

Pamanku bukanlah orang yang ingin memperoleh kepuasan sendiri dalam bercinta segera saja tangannya menjalar ke bagian tubuhku dan meremas adikku lalu mengocok dengan cepat dan cepat lagi, setelah beberapa saat dia mengocok barangku itu aku akhirnya merasakan suatu getaran hebat pada pada bagian penisku berdenyut hebat dan tiba tiba aku merasakan seperti kesetrum tubuhku seperti kejang-kejang terutama pada bagian penisku ternyata aku telah mangalami orgasme meskipun aku tidak mengeluarkan pejuh maklumlah mungkin belum waktunya, pamanku sendiri masih asyik mengocok punyaku lalu aku segera melepaskan tangannya karena aku sudah sangat lemas. Sore itu sungguh terasa menyenangkan kami masih sempat bercanda sebentar sebelum akhirnya Paman pulang.

Meskipum kadang malamnya aku merasakan anusku perih tapi aku masih saja mengulanginya dengan pamanku setiap kali kami ada kesempatan, aku sangat menyukai pamanku namun benarlah kata pepatah ada pertemuan tentu ada pula perpisahan menjelang ujian akhir tingkat SD pamanku juga sudah berangkat ke jakarta sampai sekarang dia masih di sana dan sudah berkeluarga, namun pengalaman bercinta selama beberapa kali dengan pamanku itu sungguh pengalaman yang sangat mengasyikkan, akankah saya alami pengalaman yang lebih seru lagi..

Di Kerjain Stpam


Ketika Rudi didorong memasuki ruangan tampak dua orang satpam sedang duduk. Yang seorang segera berdiri mengunci pintu dan mendekati Rudi. Didadanya tertulis namanya, Herman, wajahnya ganteng, berkumis tipis, badannya kekar dan atletis. Rambutnya cepak bergaya ABRI. Pakaiannya yang ketat, terutama celananya, samar-samar menon-jolkan bentuk alat kelaminnya. Benda bulat panjang itu tampak membayang pada celananya yang ketat. Wajahnya nampak dingin dan sadis dibalik kegante-ngannya. Ia berdiri dan mengelilingi Rudi. Tiba-tiba rambut Rudi ditariknya dan ia memaksa Rudi berlutut didepannya.

Muka Rudi didekatkannya ke badannya dan tangannya yang satu lagi membuka retsleting celananya. Celana dalamnya berwarna putih ketat, sehingga kemaluannya nampak tegas terbayang. Ditariknya kepala Rudi sehingga hidung Rudi menempel pada alat kelaminnya dibalik celana dalamnya yang ketat itu. Digosok-gosokkannya muka Rudi pada kemaluan-nya, kemudian perlahan-lahan celana dalamnya diturunkan, sehingga nampak kemaluannya yang besar dikelilingi bulu-bulu yang lebat. Batang pelirnya nampak setengah tegang dan kepalanya yang berwarna merah tua terayun-ayun didepan hidung Rudi. Buah pelir yang besar berwarna hitam tergantung dibawah batang pelir itu. Bulu-bulu hitam keriting nampak lebat sekali mengelilingi kemaluan Herman yang besar itu.

"Isap ini !" perintahnya.

Rudi mencoba memberontak ketika ia mendekatkan alat kelaminnya kemulut Rudi. Bau kelamin laki-laki yang khas menusuk hidung Rudi, bau air mani yang mengering dicampur bau air kencing. Tapi tangannya yang perkasa memegang kepala Rudi.

"Jangan pura-pura, kamu suka mengisap kontol kan" bentaknya.

Dengan jari telunjuk dan ibu jari, dijepitnya pipi Rudi dengan paksa. Karena kesakitan, Rudi membuka juga mulutnya dan Herman memasukkan batang pelirnya pelan-pelan kemulut Rudi. Terasa bulu-bulu jembut Herman menggelitik hidung Rudi dan bau kontol laki-laki memenuhi hidung Rudi.

"Awas, kalau sampai kena gigimu, kurontokkan nanti" bentaknya lagi.

Perut Rudi terasa mual tapi ditahannya sekuatnya supaya tidak muntah. Herman memompakan batang pelirnya didalam mulut Rudi, masuk keluar. Terasa pelir Herman mulai tegang dan membesar dalam mulut Rudi. Rasa asin dan bau kelamin laki-laki membuat Rudi mual. Batang pelir itu begitu panjang dan besar, sehingga setiap kali menyodok tenggorokan- Rudi, ia hampir muntah. Kedua tangan Herman meme-gang kepala Rudi dan ditekannya dalam-dalam ketika kemaluannya memasuki mulutnya. Rudi mencoba memberontak dan melepaskan diri tapi tangannya yang kekar makin kuat memegang kepala Rudi. Lama-lama gerakkannya makin cepat dan napasnya pun mulai memburu.

Kepala Rudi digoncang-goncang-kannya dengan kuat sehingga Rudi terengah-engah. Kemudian menyemprotlah air maninya yang kental di dalam mulut Rudi langsung ketenggorokan, sehingga mau tak mau tertelanlah air mani dengan baunya yang khas itu. Rudi tersedak dan terbatuk-batuk, tapi malah ditekannya kepala Rudi sehingga kontol Herman masuk semua kedalam mulut Rudi ketika orgasme. Terasa oleh Rudi semprotan air mani Herman yang kuat memasuki tenggorokan Rudi berkali-kali. Rasa asin dan bau sperma yang khas memenuhi mulut Rudi.

"Telan semua, awas kalau ada yang kau tumpahkan" katanya dengan sadis. Dengan terpaksa Rudi menelan semua air mani Herman yang terasa asin itu, kemudian ia mencabut kemaluannya dari mulut Rudi dan dioleskannya sisa-sisa cairan kental berwarna putih itu kepipi Rudi. Satpam yang seorang lagi Roy tertawa dan berkata:

"Kita perkosa yuk"

"Jangan Pak.... ampun Pak......." Rudi menghiba, tapi sia sia saja. Roy dan Herman menelanjangi Rudi dengan paksa. Rudi meronta-ronta tetapi kedua tangannya dipegang oleh Roy sementara Herman melucuti celana Rudi. Ditariknya juga baju dan celana dalam Rudi sampai robek. Rudi berdiri telanjang bulat didepan mereka. Herman mendekat dan memegang batang pelir Rudi dengan tangan kanannya sementara Roy masih memegang kedua tangannya.

"Gede juga barang lu..." kata Herman sambil menyeringai. Batang pelir Rudi dipegangnya dan dikocoknya pelan-pelan sehingga kemaluan Rudi berdiri menegang. Tangannya pindah kebawah dan dibelai-belainya biji pelirnya. Rudi terangsang oleh rasa nikmat sehingga kemaluannya makin ngaceng dengan kerasnya. Sambil tersenyum ia memanda-ngi Rudi dan tiba-tiba tangannya meremas biji pelir Rudi kuat-kuat.

"Aaghhhhh........" Rudi menjerit kesakitan.

Roy memegangi tangan Rudi dan menelikungnya kebelakang. Didudukannya Rudi di kursi dengan paksa, tangan Rudi diikat kebelakang dan kedua kakinya diikat ke kaki kursi itu. Rudi meronta-ronta tapi apakah daya Rudi melawan satpam muda yang perkasa itu. Ditamparnya Rudi berulang-ulang sehingga pandangan Rudi berkunang-kunang.

"Diam kau, bajingan !" bentak Roy.

Herman memegang batang pelir Rudi dan pelan-pelan dikocoknya kontol Rudi. Alat kelamin Rudi menegang kembali dengan kerasnya. Tangannya yang kuat terus melocok kemaluan Rudi sambil sekali-sekali diremasnya batang pelirnya. Rudi mengerang karena ada juga rasa nikmat bersamaan dengan rasa sakit yang dirasakannya. Roy mendekat sambil tersenyum sadis. Wajahnya yang ganteng itu nampak bengis ketika kedua tangannya meraba-raba dada Rudi. Jari-jari tangannya berhenti di kedua puting susu Rudi dan dijepitnya dengan ibu jari dan telunjuknya. Dipilin-pilinnya kedua puting susu Rudi dan ditarik-tariknya bagian tubuh Rudi yang sensitif itu. Rudi mengaduh kesakitan. Herman memanda-ngi Rudi sambil tangannya terus meloco Rudi. Mulutnya tersenyum dengan sinis dan berkata :

"Enak ya"

Tiba-tiba ia berhenti meloco Rudi.

"Keenakan lu......!" bentak Herman. Wajahnya menjadi bengis. Kontol Rudi yang sedang menegang dipegangnya dengan satu tangan. Ditariknya kulit kemaluan Rudi kebelakang dan ditekannya kuat-kuat, sehingga batang pelir Rudi membesar dan lubang kema-luan Rudi terbuka
lebar-lebar. Kepala kelamin Rudi tampak besar dan berwarna merah tua karena darah yang terhenti dijepit tangan Herman yang perkasa itu. Tangannya yang lain memegang sebatang plastik berwarna putih. Rudi menahan napas ketika batang plastik itu pelan-pelan dimasukkan-nya ke dalam lubang kelaminnya. Sakitnya tak tertahankan sehingga Rudi menjerit kuat-kuat. Roy membekap mulut Rudi dan dimasuk-kannya saputa-ngan ke mulut Rudi.

Herman memandangi Rudi dengan sadis, mulutnya tersenyum ketika perlahan lahan batang plastik itu ditekannya dalam-dalam. Rasa sakit yang luar biasa membuat badan Rudi terangkat keatas. Tapi Roy meninju perut Rudi sehingga ia terduduk kembali. Setelah hampir separuh batang plastik itu masuk dalam kontol Rudi, ditariknya lagi perlahan-lahan. Pedih, panas dan entah apa lagi rasa sakit yang Rudi -rasakan pada lubang kemaluannya. Kemudian dimasukkannya lagi batang plastik itu, ditarik lagi berulang-ulang. Rasa sakit dan nikmat bergantian terasa sampai keubun-ubun. Akhirnya dicabutnya batang plastik itu dari lubang pelir Rudi. Setetes darah nampak keluar dari lubang pelirnya.

Rudi memekik ketika plastik putih itu dimasukkan kembali, tapi suaranya tidak keluar karena mulutnya disumpal saputangan. Sekali lagi penyiksaan itu berlangsung, kelamin Rudi serasa terbakar ketika batang plastik itu memasuki lubang pelir yang sempit itu. Rudi meronta-ronta dan menjerit, tapi hanya suara ah.. uh.. yang terdengar karena mulutnya tersumpal. Sementara batang plastik itu memasuki lubang pelir Rudi, Roy meremas-remas buah pelir Rudi dengan kuat. Rasa sakit yang luar biasa membuat Rudi berkunang-kunang dan kepalanya berdenyut-denyut bagai dipalu dengan godam raksasa. Akhirnya berakhirlah siksaan itu, dicabutnya batang plastik itu dari lubang pelir Rudi dan dibukanya ikatan kakinya. Sapu tangan yang menyumpal mulut Rudi dikeluarkannya. Dipaksanya Rudi berdiri dengan telanjang bulat. Borgol tangan Rudi dibuka juga, tapi ia hampir tidak bisa berdiri tegak karena kesakitan.

"Kesini kau " bentak Herman. Rambut Rudi ditariknya dengan kasar sehingga ia terhuyung. Diseretnya Rudi kebangku dan ditelungkupkan-nya badan Rudi dibangku kayu yang kasar itu.

"Ikat tangannya Roy, kita kerjain bajingan ini " kata Herman kepada Roy. Rudi menelungkup pada bangku kayu itu dan kedua tangan Rudi diikatnya dikaki bangku sedang kedua kaki Rudi dibiarkan menggantung.

"Mandi ya" terdengar suara Roy dibelakangnya. Tiba-tiba terasa dingin dipantat Rudi. Rupanya Herman sedang menyemprotkan selang air ketubuh Rudi dan tiba tiba dimasukkannya ujung selang itu ke dalam lubang pantatnya.
"Enak nggak ?" tanya Herman sedang Roy tertawa terbahak-bahak.
Air yang bertekanan tinggi itu memasuki usus Rudi dan perutnya terasa kembung pelan-pelan. Mula-mula terasa nikmat ketika air mengalir memasuki lubang pantat Rudi. Lambat laun terasa perutnya mulas karena air sudah mulai memasuki usus besar Rudi. Rasa mulas makin melilit dan perut Rudi terasa hampir pecah terisi air. Rudi meronta-ronta tapi percuma saja karena tangannya terikat dibangku. Terasa kemaluan Rudi mulai menegang ketika penyiksaan itu berlang-sung.

"Kamu sering diperkosa laki-laki kan ?" tanya Roy.

Kemudian dicabutnya selang itu dari lubang pantat Rudi. Air keluar menyemprot keluar dari anusnya. Diinjaknya tubuh Rudi dan ditekan-tekannya punggung Rudi dengan kakinya sehingga keluar semua air dari dalam perutnya. Lalu sekali lagi ujung selang karet itu ditusukkan ke dalam lubang pantat Rudi, pelan-pelan dan sedikit demi sedikit ujung selang itu memasuki anusnya. Rudi mengerang karena rasa sakit yang luar biasa ketika ujung selang itu menyentuh bagian dalam anusnya. Kemudian ujung selang itu ditarik kembali dengan perlahan, dan sebelum keluar semua, ditusukkan kembali ke dalam anus Rudi. Kemalu-an Rudi terasa makin menegang dan berdenyut-denyut ketika ujung selang itu dipompakan kedalam duburnya. Tak terasa air yang memasuki usus Rudi kali ini, karena rupanya Herman sedang memperko-sa Rudi dengan selang air itu. Ditariknya dan ditusukkannya selang air itu berulang-ulang ke lubang pantat Rudi.

Akhirnya keran air dibuka lagi dan air masuk lagi keusus Rudi. Kali ini tekannya tidak terlalu tinggi, sehingga tidak terasa sakit, bahkan ada rasa nikmat ketika air mengalir perlahan lahan memasuki ususnya. Rasa dingin dan nyaman terasa ketika air mengalir dan menggesek bagian dalam anus Rudi. Tetapi lama kelamaan penuh juga perut Rudi terisi air dan rasa mulas kembali melilit. Akhirnya tidak tertahankan lagi rasa mulas dan sakit diusus dan perutnya sehingga Rudi terengah-engah kehabisan napas. Baru dicabutnya selang itu dan sekali lagi menyemprotlah air dari lubang pantat Rudi. Rupanya ia sedang membersihkan lubang pantat dan usus besar Rudi, sebelum memper-kosanya. Diinjaknya kuat-kuat punggung Rudi dengan kakinya sehingga Rudi mengerang kesakitan.

Sekali lagi air menyemprot keluar dari anus Rudi mengalir membasahi kedua kakinya. Tak lama kemudian terasa tangan Herman meraba-raba lubang dubur Rudi. Mula-mula jari telunjuknya dimasukkan-nya kedalam anus Rudi dan diputar-putarnya didalam. Ada rasa nikmat bercampur rasa sakit yang Rudi rasakan ketika telunjuk Herman menggesek bagian dalam duburnya. Kemudian dua jari dimasukkannya kedalam pantat Rudi. Mulai terasa sakit ketika dua jari itu masuk dan keluar lubang pantat Rudi. Terasa kemaluan Rudi menegang kembali dengan sendirinya. Ketika kedua jari itu berada didalam lubang anus Rudi, dibengkokkannya jari-jarinya dan dikorek-koreknya pantat Rudi sehingga Rudi menjerit kesakitan.

"Ampun...ampun Pak.... jangan Pak.... sakit...." Rudi menjerit-jerit. Keringat bercucuran dari badan Rudi menahan siksaan yang sadis itu.

"Ini baru jari, biasanya kontol laki-laki kan yang masuk ke pantat lu " kata Herman dengan sinis. Ketika akhirnya dua jari itu dicabut dari lubang pantat Rudi, ia melenguh lega, karena lepas dari siksaan gila itu Tapi kegembiraan Rudi tak lama, karena segera ia merasa ada benda kenyal memasuki lubang anusnya. Rupanya Herman sedang mencoba untuk memasukkan pelirnya yang sedang ngaceng itu kedalam dubur Rudi. Rudi berteriak kesakitan :

"Aaaahh...... jangan Pak..... ampun ..... jangan....."

"Jangan pura-pura, lu kan doyan diperkosa." kata Roy. Rasanya hampir robek lubang tubuh Rudi yang tidak terbiasa dilalui benda sebesar kemaluan Herman. Rudi meronta-ronta kesakitan, tapi Herman terus memaksa memasuk-kan batang pelirnya yang besar dan keras itu kedalam pantat Rudi. Karena tidak berhasil ia meludah ditangannya dan dilumurinya ujung kontolnya dengan ludah. Sekali lagi ditusuk-kannya batang pelirnya kedalam pantat Rudi. Rudi berteriak kuat-kuat :

"Aaaghhhhhh........"

Tangannya memegang pinggul Rudi dan dengan perlahan dipaksanya batang pelirnya yang besar itu memasuki lubang anus Rudi. Kali ini pelirnya yang panjang itu masuk dengan mulus kelubang dubur Rudi. Pantat Rudi serasa terbelah dan Rudi merasa kesakitan yang luar biasa. Herman mencabut kembali kontolnya dengan perlahan dan kemudian menusukkannya kembali ke dalam dubur Rudi. Makin lama gerakannya makin cepat, sedangkan Rudi berteriak dan menjerit-jerit karena rasa sakit yang luar biasa dirasakan pada anusnya yang untuk pertama kalinya diperkosa.

"Fuck you, fuck you, uuuhhh " Herman berteriak-teriak sambil terus memompakan batang pelirnya kedalam lubang pantat Rudi. Rudi terus menjerit-jerit dan merintih karena sakit yang luar biasa. Setiap kali Herman menekankan kontolnya yang besar itu Rudi memekik kesakitan, rasanya lubang duburnya hampir terbelah, panas dan sakit. Begitu kontol yang besar itu dicabut rasa sakit berganti rasa nikmat. Demikianlah sakit dan nikmat berganti-ganti terasa di dubur Rudi.

"Mampus lu, uuh....aaagghhh......." Herman mengerang dengan nikmat. Roy yang berdiri didepan Rudi perlahan-lahan membuka celana coklatnya. Celana dalamnya yang putih dan ketat itu tidak dapat menampung kelamin Roy yang besar itu sehingga ujung kontol Roy tampak menyembul keluar. Bulu-bulu jembutnya yang lebat keluar dari sela-sela celana dalamnya yang ketat itu. Kepala pelirnya yang menyembul dari balik celana dalamnya nampak membesar. Pelan-pelan diturunkannya celana dalamnya dan dilepasnya. Batang pelir yang setengah tegang itu kini tampak seluruhnya. Kepala pelirnya besar dan berwarna merah tua, demikian juga buah pelirnya yang besar nampak menggantung. Sekali lagi bau laki-laki yang khas, bau peju dan kencing memenuhi lubang hidung Rudi.

Dibukanya pula baju seragamnya sehingga Roy kini berdiri telanjang bulat didepan Rudi. Badannya tegap dan atletis, perutnya berotot. Bulu dadanya tumbuh lebat, demikian juga jembutnya yang hitam lebat tumbuh mengelilingi kontolnya yang besar berwarna hitam, kontras sekali dengan badannya yang putih itu. Buah pelirnya yang besar menggantung dibawah batang pelir yang setengah tegang itu. Roy menggeser-geserkan kemaluannya kemuka Rudi. Dipukul-pukulkannya batang pelirnya ke muka Rudi sehingga cairan pekat diujung kontolnya terasa dipipi Rudi. Ditempelkan-nya ujung kontolnya kehidung Rudi. Bau mani kering dan bau kencing terpaksa dihirupnya juga.

"Jilat kontolku" perintah Roy dengan sadis. Karena Rudi diam saja, Roy menjadi marah. Dua jarinya dimasukkan kelubang hidung Rudi dan ditekannya kuat-kuat. Rudi menjerit kesakitan tapi ia tidak perduli dan tampaknya ia sangat menikmati penderitaan Rudi itu. Karena kesakitan sekali terpaksa Rudi menjilat kepala kelamin itu, baru kedua jarinya dilepaskan dari lubang hidungnya. Rasa asin dan bau kelamin laki-laki membuat Rudi hampir muntah.

"Jilat juga buah pelirku" kata Roy sambil mengerang-erang kenikma-tan.

Dengan menahan rasa muak Rudi menjilat juga kantong pelir Roy yang ditumbuhi bulu-bulu jembut kasar itu. Rasa asin dan bau kontol akhirnya tidak membuat Rudi muak lagi. Dengan paksa dibukanya mulut Rudi dengan jari-jari tangannya yang kuat dan dipaksanya Rudi mengisap batang pelirnya sementara Herman masih terus memperkosa pantat Rudi dengan kemaluannya yang besar itu. Dua kelamin laki-laki memasuki tubuh Rudi pada saat yang bersamaan, satu di mulut dan satu di pantat. Roy memompakan kontolnya kedalam mulut Rudi dengan sadis. Setiap kali batang pelirnya yang panjang itu mengenai tenggorok-an Rudi rasanya hampir muntah. Kedua tangannya memegang kepala Rudi dan menekan kepala Rudi kuat-kuat. Sementara Herman makin kuat menyetubuhi dubur Rudi. Tiba-tiba terasa semprotan air mani Roy memenuhi mulut Rudi, membu-at Rudi terbatuk-batuk. Roy masih memompakan batang pelirnya sambil menyem-protkan berkali-kali cairan putih yang kental dan berbau khas itu ketenggorok-an Rudi.

"Ah....ah....ah....oohhh...." Roy mengerang-erang ketika orgasme. Banyak sekali air mani Roy yang keluar. Rupanya sudah lama ia tidak mengalami orgasme.

"Telan semua, bajingan, telah semua maniku, awas kalau ada yang tumpah keluar, kuhajar kamu, bangsat." bentak Roy dengan beringas. Rambut Rudi ditariknya dan ditekannya kuat-kuat kepala Rudi sehingga kemaluannya masuk semua kemulut Rudi. Dengan tersedak-sedak terpaksa Rudi menelan semua air mani Roy yang terasa asin dan berbau khas itu. Roy tertawa puas sambil mencabut alat kelaminnya dari mulut Rudi dan dioles-oleskannya sisa air maninya kemuka Rudi. Sementara itu Herman masih terus menyetubuhi dubur Rudi dengan alat kelaminnya yang besar itu. Tangannya kadang-kadang memukul pantat Rudi sehingga lubang pantat Rudi mengkerut dengan sendirinya.

Tangan kanannya memegang batang pelir Rudi dan mengocoknya pelan-pelan. Kadang-kadang buah pelir Rudi diremas-remasnya dan kembali kontol Rudi dilocoknya. Lambat laun gerakannya makin kuat, rasa sakit dan nikmat yang Rudi rasakan membuat ia terengah-engah. Rasa sakit dilubang pantat Rudi diimbangi dengan kenikmatan pada batang pelirnya yang sedang dikocok Herman membuat kombinasi rasa yang susah dilukiskan. Akhirnya terasa air mani Rudi hampir keluar dan tak tertahan lagi menyemprotlah air maninya keluar dan berceceran dilantai.

"Aaaaagghhhhhhhh.............." Rudi melenguh panjang dan pada saat itu juga Herman mencapai orgasme dan maninya menyemprot dengan kuat beberapa kali dalam lubang pantat Rudi. Setelah mengejang beberapa kali dicabutnya dengan kasar batang pelirnya. Terasa oleh Rudi cairan kental keluar dari anusnya mengalir di kedua kakinya.

Petugas Iuran TV


Kenalkan, namaku Jacky, gue mahasiswa tingkat pertama disebuah universitas swasta terkenal di Jakarta, umur gue sekitar 19 tahun. Kata orang sih gue anaknya ganteng juga.. plus imut-imut.. banyak yang bilang gue mirip pemain jinny oh jinny.
Malem minggu harusnya orang-orang muda pada pergi keluyuran kemana aja, sedangkan gue.. ahh.. sendiri! gue baru puutus ama pacar gue si Rini yang bawel itu. Ahh.. biarin putus..yang penting sekarang gue bebas.

Cari temen semuanya udah punya acara sendiri-sendiri, pikir-pikir gue jalan-jalan aja cuci mata ke mall. ya.. itung-itung siapa tahu ketemu jodoh. Gue pake levis gue.. sama kaos ketat aja biar praktis sekaligus mempertontonkan dada gue yang bidang..he..he....he...

Sampai disana, muter-muter ampe bosan akhirnya gue pikir gue nonton aja. Ya udah gue langsung ngacir ke bioskop dan sebelom beli karcis liat-liat poster film dulu. Belom semua poster gue lihat, rasa-rasanya kemudian gue ngerasa ada yang memperhatikan gue, langsung aja gue bales plototin, seorang cowok, gue tebak umurnya sekitar 30 tahunan. Memakai kemeja lengkap celana pantalonnya, rapi sekali.

Ternyata dia bales tersenyum sambil ngedeketin gue. "Mau nonton dik?" tanyanya sambil mengulurkan tangan. Langsung gue bales jabat tangan sambil ngejawab sekenanya, "ya!"

"Wah kebetulan... saya punya dua karcis nih.. tadi saya nunggu temen saya, tapi barusan dia telepon katanya nggak jadi datang, jadi daripada mubazir..kita nonton bersama ya..." ajaknya sambil meraba HP dibalik saku celananya.

Gue langsung tertarik mendengar ajakannya dan gue pikir..lumayan juga nonton gratis. Lagi krismon gini.

"Wah..makasih mas, tapi oke juga deh," jawab gue sambil mamerin senyum manis gue. Dari situ akhirnya kami kenalan, ternyata namanya Budi, kerja di kontraktor dan pulang ke Tebet. Sebenernya gue agak nggak

enak juga, setiap ngomong, matanya pasti menatap tajam ke gue.. tapi gue nggak kepikir apa-apa sih.

Akhirnya kami masuk bioskop dan agak terkejut juga pas tahu ternyata kursi yang dipilih adalah kursi paling ujung, paling atas. Gue langsung inget ama Rini mantan gue, kalau kita bedua nonton pasti milih kursi sudut..biar bisa assyik.

Sambil terus ngobrol-ngobrol sembari nenggak coke yang tadi telah dibeli kita terus ngobrol ngalor-ngidul.. kadang-kadang Budi megang tanggan gue.. sedikit ngeremes, tapi gue biarin aja.

Setelah lampu dipadamkan, gue kemudian sudah konsentrasi siap-siap nonton, gue juga perhatiin ternyata penontonnya malem ini nggak tahu nya sepi banget, bisa diitung pake jari.

Belom seperempat film maen, tiba-tiba gue rasain ada yang ngeraba paha gue, gue shock juga sambil mandangin Budi.

"Jack, eloe mau ngerasain nggak kenikmatan yang bakal membawa ke surga?" bisik Budi. Gue bisa merasain bibirnya nyentuh daun telinga gue.

Gue nggak nyahut, cuma nelan ludah.. nggak bisa bilang iya atau nggak. Langsung gue pikir, ooh... budi pasti Gay! gue emang sering denger cerita banyak gay cari mangsa di mall-mall. Tapi baru ini yang asli gue alamin sendiri.

Nggak tahu-tahu tangan Budi yang kekar mengelus paha gue sampai ke selangkangan gue, kemudian pelan-pelan

meremas penis gue yang masih bersarang dibalik celana gue.

Sejenak..gue pikir gue mau pergi..tapi hati kecil gue yang kecewa dengan Rini nyuruh gue buat biarin aja apa yang mau dilakukan Budi, jujur aja gue sedikit terangsang oleh elusan itu.

Gue lihat dari balik kegelapan.. Budi mengangguk, gue masih nerawang meratiin dia, dan tak terasa tangannya telah membuka ikat pinggangku dan membuka ziperku. Pelan-pelan tanggan budi terus meraba penisku yang sudah separuh menegang.

Aku pura-pura nggak tahu walau sedikit dag dig dug ketika kemudian aku sedikit beranjak membiarkan Budi sedikit menurunkan celana jeansku hingga dengan leluasa ia meremas penisku dibalik celana dalamku.

Dengan perlahan Budi mulai melakukan aksinya, dia meraba celana dalamku dari luar pelan dan terasa nikmat, tangannya yang kekar mulai merambah kedalam celana dalamku dan ,...BREEEETT ditariknya keluar batang kemaluanku yang sudah tegak berdiri, ,.... WOOOOOW,... serunya berdesah, "Kontolmu besar Jack..", kulirik kemaluanku dengan ujung yang membonggol memerah dan berdenyut keras,.... " Ini punya manusia apa kuda ?,...... tanyanya manja .

"Punya manusia dengan ukuran kuda",... jawabku terpejam dan pada saat itu pula kulihat ujung kemaluanku sudah masuk dalam mulut Budi,..Memang kabarnya sih (enggak GR lho , pada waktu luang aku mencoba mengukur kemaluanku ternyata memiliki panjang 17,5 cm dan lingkarnya cukup segenggaman tangan normal, dan kalu aku pakai celana dalam yang mini bila sedang ereksi maka kepala kemaluanku akan menyembul dari celana dalam) diempotnya sampai pipinya keluhatan cekung,... semangat sekali. Mataku terpejam merasakan nikmatnya.
Benar-benar tak pernah kurasakan kenikmatan seperti ini. Tanganku mengucek rambutnya sambil sesekali kutarik rambutnya merasakan geli yang luar biasa. Tidak berhenti sampai disitu saja telor kemaluanku tidak luput dari keganasan mulut Eni, terasa bergerinjal dan licin.

Aku mengerang pelan hingga kedua kakiku menendang-nendang kursi di depan (untung nggak ada orang) dn Budi semakin gila memasukkan kemaluanku kedalam mulutnya dengan cepat keluar masuk sampai terlihat otot kemaluanku semakin memerah .

Tak sabar akhirnya tangganku meraihpenis Budi yang disampingku, sementara badannya membungkuk mengulum kemaluanku. Sambil keenakan kucari penis Budi dan kudapatkan sebonggol kontol yang mengeras dibalik celana pantalonnya. Gila, ternyata Budi tak bercelana dalam! sebab bisa langsung kurasakan denyut kontolnya.

Segera kubuka zipernya hati-hati dan kutarik keluar kontolnya yang dalam kegelapan dapat kurasakan sedikit basah oleh sperma bening yang telah meleleh keluar.

kukocokkan kontol itu membuat Budi sedikit
terengah-engah sambil terus mengulum kontolku. Sementara aku terus

dengan liar mengocok-ngocok kontol itu. Budi terus mengulum kemaluanku naik turun sampai rasanya gue ngerasa nggak tahan lagi. "Bud..gue udah mau keluar..." bisik gue gelisah.

"Biarin biar gue telen...." sahutnya sejenak berhenti mengulum kontolku.

Aku bisa bernafas sedikit lega ketika Budi berhenti mengulum kontolku, tetapi langsung saja aku kelabakan keenakan ketika Budi kembali dengan buas melahap kontolku tanpa ampun. Tak tahan akhirnya... bretttttttttt!!!!!!! beberapa kali kurasakan spermaku memancar dalam mulut Budi dan kurasakan Budi terus mengisap-hisap penisku sampai ke kerongkongannya.

Rasanya habis cairan tubuhku keenakan...betul-betul keenakan sementara tanganku masih mengocok kontol Budi.

Sementara Budi terus menghisap kontolku dan spermaku kurasakan kontol Budi berdenyut dua kali dan tiba-tiba muncrat

pejunya yang hangat dan kental membasahi tanganku dan celananya.

" Uuos..sorry Bud..kamu bilang dong!!!"

"Nggak apa-apa...Jack.." sahut Budi sambil menyerahkan sapu tangannya.

Gue langsung ngelap tangan gue yang berbau khas itu kemudian mengancingkan kembali celanaku. Ternyata film di depan lagi seru-serunya, gue betul-betul nggak merhatiin gimana film yang tengah main. "Jack..gue ke wc dulu ya...mau bersihin dulu ni..." bisik Jacky sambil mencium bibirku..... kubalas ciuman itu. Sebentar tapi dalam.

Budi kemudian beranjak pergi dan kurengguk coke ku sambil mengelap peluh di tubuhku. Tetapi sampai film usai dan kutunggu di ruang tunggu, Budi nggak muncul-muncul juga. Dia hilang entah kemana.

Budi, kemana kau... dan Sampai sekarang kenangan indah itu terus terbayang. Saputangan biru milik Budi jadi saksi.

Kugantikan Istrinya


Siang itu aku bermaksud mengajak sahabatku jalan-jalan, maka kuhampiri ia di rumahnya. Saat
kuketuk pintu, ternyata yang membukakan adalah ayahnya, yang selama ini aku kagumi. Ayahnya adalah seorang tentara angkatan darat yang bertugas di Semarang. Karena hari itu Sabtu, kupikir ia sedang off.

"Angga ada, Pak?" tanyaku pada ayah Angga, yang kala itu masih mengenakan seragam hijaunya lengkap tanpa sepatu.
"Oo, Dik Bondan. Masuk dulu, Dik! Silakan duduk!" katanya ramah mempersilakan aku untuk masuk dan duduk.
"Angga dan adiknya serta ibunya sedang ke Semarang. Katanya ada urusan keluarga. Saya juga seharusnya ke sana, tapi berhubung saya lelah, jadi saya urungkan niat saya".
"O, gitu ya, Pak!" kataku sedikit kecewa.
"Benernya saya mau ngajak Angga jalan-jalan. Maklum, habis ujian".
"Memangnya harus sama Angga? Nggak ada teman yang lain?" tanya Pak Sigit, ayah Angga.
"Ya mau sama siapa lagi, Pak! Lha wong temen yang paling deket dengan saya juga cuma Angga. Yang lain paling udah punya acara sendiri-sendiri, Pak!" kataku dengan logat Jawa yang cukup kental.
"Wah, kebetulan. Gimana kalau sama saya saja. Saya juga lagi males di rumah sendirian" kata Pak Sigit menawarkan.
"Tadi sih kirain ada istri saya, jadi bisa 'gituan' setelah seminggu ini ditahan. Ee, malah ternyata istri
saya ke Semarang. Ya sudah, saya cuma bisa gigit jari".
"O, ya nggak Papa, Pak!" jawabku singkat.
"Tunggu ya, Bapak ganti baju dulu!" katanya seraya
beranjak pergi.

"Oh My God! Aku akan jalan-jalan bareng Pak Sigit. Cuma berdua, lagi. Duh, gimana ya rasanya? Asyik kali, ya?" tanyaku dalam hati.
Terus terang, aku memang sangat suka pada ayah sahabatku itu sejak pertama kali akudikenalkan Angga padanya. Walau Pak Sigit lebih pendek dariku, tapi perawakannya begitu jantan. Tangan dan kakinya tampak berotot, sementara bekas cukuran selalu membuatnya tampak lebih macho. Aku belum pernah melihat Pak Sigit bertelanjang dada, apalagi tanpa pakaian sepenuhnya. Tapi, bukankah kesempatan itu pasti akan selalu ada walau hanya sekali.
"Ayo, Dik Bondan" kata Pak Sigit sekeluar dari kamarnya. Suaranya yang khas membuatku tersadar dari khayalanku tentang dirinya.

Akhirnya, dengan Pak Sigit sebagai pengendara, kami berdua mulai meninggalkan kompleks rumah Pak Sigit. "Keliling Jogja juga boleh, asal bisa melepaskan penatku aja, Pak!" kataku pada Pak Sigit ketika ia bertanya padaku tentang tujuan kami. Selama perjalanan, aku tak henti-hentinya memandang tubuh kekar Pak Sigit dari belakang. Sudah lama aku impikan berdua sedekat ini dengannya. Kini, ia memakai celana training tipis, kaos hijau ketat, dan jaket
yang membuatnya tampak lebih berwibawa.

Setelah beberapa waktu, aku mulai memberanikan diri meletakkan kedua tanganku pada masing-masing paha Pak Sigit. Tak tampak penolakan sedikitpun darinya. Menyadari hal demikian, aku pindahkan tanganku, sehingga kedua tanganku kini melingkar di perut Pak Sigit. Hal ini pun juga tidak mengurangi konsentrasi Pak Sigit dalam berkendara. Mungkin hal ini menjadi hal biasa baginya, tapi bagiku ini adalah sebuah kesempatan yang sangat sayang jika dilewatkan.

Kugesek-gesekkan tanganku secara perlahan pada perutnya, dan ternyata dapat kurasakan kerasnya perut Pak Sigit. "Sebuah hasil dari latihan militer yang sedemikian
keras" pikirku. Aksiku hanya sebatas menyentuh perutnya, tidak lain. Aku tidak melakukan hal yang lebih jauh, karena aku masih belum cukup bernyali untuknya. Akhirnya, dengan tanganku yang melingkar di perut Pak Sigit, perjalanan keliling Jogja kami habiskan dengan mengobrol kesana kemari, termasuk seks.

Sebagaimana kudengar, Pak Sigit ternyata memiliki libido yang cukup besar. Ia mengaku mudah terangsang dan selalu ingin segera melampiaskan nafsunya itu. Tapi untunglah, pekerjaannya mampu membantunya menurunkan libido yang sering muncul secara tiba-tiba. Biasanya, libido yang sempat ditahannya selama hampir enam hari, ia salurkan dengan 'bergaul' dengan
istrinya, saat ia pulang ke Jogja pada hari Sabtu. Setelah sekali main di sore hari, kemudian disambung di malam harinya, lantas pada saat ayam jantan berkokok. Itupun Pak Sigit mengaku masih kurang puas. Biasanya secara diam-diam ia mengocok sendiri kontolnya di kamar mandi.

Obrolan-obrolan kami itu ternyata telah membuat kontolku ngaceng. Aku ingin berbuat yang lebih lagi dengan Pak Sigit, tapi kuurungkan niatku itu karena ternyata motor sudah membawa kami kembali ke kompleks rumahnya. Setelah memarkir kendaraan, ia segera mempersilakan aku duduk di ruang tamunya. Pak Sigit masuk ke kamarnya, dan tak berapa lama kemudian ia sudah keluar hanya dengan boxer dan kaos ketat hijaunya. Kulihat sepintas, kontolnya agak menonjol di balik celana berbahan katun itu.

Kami kembali terlibat dalam obrolan seru, namun kali ini aku tidak begitu terfokus pada pembicaraan karena aku lebih tertarik untuk mencuri-curi pandang ke kontol Pak Sigit yang masih terbungkus boxer itu. Sesekali, kulihat tangan Pak Sigit mengusap dan menggaruk kontolnya.
"Trus kalau pas istri Bapak nggak ada gini, gimana cara menyalurkan nafsu Bapak itu?" tanyaku selalu menjurus pada hal-hal yang berbau seks. Aku yakin bahwa ini akan membuka jalanku untuk berbuat lebih jauh dengan Pak
Sigit.

"Ya, biasanya sih suka ngocok sendiri. Nikmatnya sih jauh beda dibanding sama istri. Lebih nikmat punya
istri" kata Pak Sigit dengan nada bercanda.
"Emangnya nggak mikir untuk nyoba dengan yang lain, Pak?" tanyaku lagi.
"Maksudnya dengan pelacur, gitu?" tanyanya skeptis. Aku hanya mengangkat bahuku.
"Nggak ah, takut penyakit. Siapa tahu di dalamnya sudah banyak bibit penyakit yang nantinya malah nular? Hii..!"
"Kan bisa pakai kondom, Pak!" kataku seolah mengejar jawaban Pak Sigit.
"Rasanya kurang nikmat. Dulu pernah saya 'gituan' pake kondom sama istri saya, dan saya kurang bisa menikmati. Lebih enak alami, Dik!" katanya seraya mengelus kontolnya lebih intens lagi.
"Udah kebelet ya, Pak?" tanyaku hati-hati. Aku memberanikan untuk duduk mendekati Pak Sigit.
Kujulurkan tanganku ke kontolnya.
"Memangnya harus dengan istri Bapak? Gimana kalau sama saya, Pak?".
Pak Sigit mengernyitkan dahinya tanda heran. Tangannya menepis tanganku, tapi aku dengan berani meletakkannya kembali ke atas gundukan di bagian depan celananya.
"Memangnya Dik Bondan yakin bisa mengimbangi libido saya?" tanyanya padaku. Aku tak memberi jawaban apapun, hanya saja tanganku masih tetap mengelus bahkan meremas kontol Pak Sigit.
Akhirnya, tangan Pak Sigit meraih tanganku dan membimbingku menuju sebuah kamar. Kupikir kamar itu bukan kamarnya, karena sama sekali tidak menampakkan sebuah kamar suami istri. Setelah kutanya, ternyata Pak Sigit tidak mau menodai ranjangnya dengan ber-intim dengan orang lain. Jadilah, Pak Sigit
memilih kamar Angga sebagai tempat kami ber-ah uh oh.

"Bisa pinjam jaketnya, Pak?" tanyaku ketika aku mulai merebahkan tubuh Pak Sigit ke spring bed itu. Ia segera beranjak dari rebahannya, dan mengambil jaket yang tadi ia pakai, tanpa bicara. Kemudian, ia memposisikan dirinya kembali seperti sedia kala. Jaket itu kuletakkan di samping Pak Sigit, lantas aku duduk di atas kontolnya yang sudah setengah ngaceng, dan kusuruh ia menanggalkan kaosnya. Setelah ia melepas kaosnya, tampaklah dengan jelas dada bidang berkulit sawo matang, halus tanpa bulu. Bahu, dada, dan perutnya tampak bagus tercetak oleh latihan militer yang selama ini ia jalani. Ia lipat tangannya ke belakang kepala, hingga ia berbantalkan kedua telapak tangannya di atas sebuah bantal empuk.

Aku mulai menggoyang-goyangkan pantatku yang masih mengenakan celana lengkap di atas kontol Pak Sigit. Kali ini, bisa kurasakan kontol itu semakin membesar dan memanjang.
"Buka pakaianmu!" perintah Pak Sigit dengan suara paraunya.
Tampaknya ia telah terkuasai nafsunya. Aku tak menuruti apa kata Pak Sigit kali ini. Aku masih duduk di atas kontol Pak Sigit dan berlagak sebagai seorang cowboy yang sedang ber-rodeo. Kudengar Pak Sigit
mengeluarkan desahan-desahan kecil.

Setelah melakukan aksi rodeo, lantas aku membuka boxer Pak Sigit dengan mulutku. Kubuka perlahan ke bawah, hingga kontolnya yang kini sudah ngaceng sepenuhnya keluar dari sarangnya. Kontol yang disunat itu tampak gagah dengan kepalanya yang memerah dan batangnya yang berwarna coklat gelap. Aku tak tahu seberapa besar kontol itu. Yang jelas saat kugenggam kontol itu dari pangkalnya, sebagian dari batang dan kepalanya masih jelas terlihat.

Kulucuti boxer itu, hingga kini tak selembar pun kain yang menempel pada tubuhnya, kecuali bed cover berbahan satin itu. Kuambil jaket, yang biasanya dipakai oleh taruna angkatan udara itu, kemudian
kuperlakukan sedemikian rupa hingga kain halus yang berwarna oranye berada di luar. Kedua tanganku kuselimuti dengan jaket itu, dan kuletakkan bagian berwarna oranye pada jaket mengelilingi kontol Pak
Sigit.

Pak Sigit sedikit tersentak dengan aksiku itu, tapi detik selanjutnya ia merasakan nikmatnya dielus dengan menggunakan jaket itu. Tak henti-hentinya kudengar desah nafas Pak Sigit, yang semakin membuatku ingin bertindak lebih jauh. Setelah beberapa waktu meremas dan mengelus kontol Pak Sigit dengan jaket, aku segera melempar jaket itu ke lantai dan menggenggam erat kontolnya dengan tangan kananku. Kuludahi kontol Pak Sigit dan kugerakkan kontol itu naik turun.
"Dik Bondan.. Uuhh.. Nghh.. Terus, Dik!" kata Pak Sigit di sela-sela desah kenikmatannya.

Tak ingin membuang banyak waktu, aku segera mendaratkan kecupanku di batang kontol Pak Sigit. Masih kugenggam batang itu, sambil kumainkan lubang kencingnya dengan jempolku. Kali ini, tampaknya Pak Sigit tidak mau melewatkan saat-saat dimana kontolnya diperlakukan dengan nikmat. Ia duduk dan segera menyandarkan badannya ke sandaran ranjang. Setelah itu, ia memberiku kode untuk bermain dengan kontolnya lagi. Pak Sigit mengangkangkan kakinya, memberiku area yang lebih luas untuk bermain.

Aku segera meletakkan bibirku kembali ke batang kontolnya, dan mulai menjilatinya. Kemudian aku berpindah ke kepala kontolnya yang telah mengeluarkan pre-cum. Kujiati seluruh pre-cum yang ada, dan perlahan mulai kumasukkan kepala dan batang kontol itu ke dalam mulutku. Senti demi senti telah masuk, namun tak seluruhnya mampu kumasukkan. Aku mulai menggerakkan kepalaku naik turun, mengemut batang kontol coklat itu. Pak Sigit tidak tinggal diam mendapati kontolnya diembat seorang lelaki. Ia meraih bagian belakang kepalaku, dan meremas-remas rambutku. Kakinya pun juga tak mau kalah berperan. Pak Sigit terkadang mendekapkan pahanya erat-erat ke kepalaku. Nafas Pak Sigit mulai menderu, seiring dengan gerakan kepalaku yang kupercepat. Pantatnya juga bergoyang-goyang menikmati sensasi yang dilahirkan dari kontolnya yang sedang kukulum. Saat kurasakan Pak Sigit sudah mencapai satu taraf dibawah orgasme, aku segera menghentikan permainanku.

Aku berdiri, lantas turun dari ranjang. Kusuruh Pak Sigit untuk berpura-pura memperkosa aku, dan ia menurut. Ia mendekapku dari belakang, dan berlagak seakan-akan mencekikku jika aku tidak menuruti apa yang ia mau. Aku pasrah. Lantas, ia membanting tubuhku ke ranjang, dan ia menindihku. Dengan penuh nafsu, Pak Sigit membuka bajuku dengan paksa hingga beberapa kancingnya terputus. Ia robek kaos dalamku dengan tenaganya yang besar. Lantas, ia buka ikat pinggangku dan memelorotkan celana yang kupakai hingga terlepas. Aku berlagak merintih kesakitan, dan itu ternyata semakin memperbesar nafsu Pak Sigit. Terakhir, ia buka celana dalamku dan mengeluarkan kontol beserta buah zakarku. Celana dalamku ia tarik sedemikian rupa dengan sangat bergairah, hingga terlepas dari tubuhku.

Melihat tubuhku yang telanjang bulat terlentang di ranjang, Pak Sigit segera menindihku. Kurasakan kontolnya begitu keras menimpa kontolku, dan jembutnya terkadang bergesekan dengan perut dan sebagian kontolku. Tampaknya Pak Sigit sudah lupa dengan siapa ia berbuat itu. Ia sudah terkuasai oleh nafsunya yang membara. Ia ciumi bibirku dengan cekatan. Bekas cukuran di wajahnya memberi sensasi tersendiri bagi percumbuan kami. Kali ini aku benar-benar mendesah mendapat perlakuan istimewa dari seorang Pak Sigit. Kemudian, Pak Sigit segera memindahkan cumbuannya ke leherku dan dadaku yang ditumbuhi sedikit bulu. Ia jilat dan hisap pentilku, seperti sedang menyedot milik istrinya.

Aku mengangkat bahu Pak Sigit, dan memberi tanda padanya bahwa gantian aku yang melayaninya. Pak Sigit mengambil posisi seperti saat aku ngemut kontolnya, dan segera menyuruhku untuk menuntaskan pekerjaanku. Tak langsung kuemut kontolnya, tapi kujialti dahulu batangnya yang sudah basah oleh keringat. Tampaknya, Pak Sigit sudah tak sabar menerima servis mulutku lagi. Kedua tangannya sudah mencengkeram kepalaku dan membimbingnya ke kontolnya yang masih sangat ngaceng. Aku menaikturunkan kepalaku beberapa kali hingga saat itu tiba. Entah sengaja atau memang refleks, Pak Sigit mendorong kepalaku hingga hampir seluruh kontolnya masuk ke mulutku.
"Aaahh..!" Desah nikmat terlontar dari mulut Pak Sigit seiring dengan maninya yang menyemprot keras pangkal mulutku. Walau merasakan sebuah rasa yang aneh di lidah, tapi aku tetap berusaha menelan semua pejuh yang dipancarkan kontol Pak Sigit.
"Ohh.. Uhh.. Ooh.. " terdengar beberapa kali lenguhan selama kontol Pak Sigit memuntahkan lahar putihnya.

Tetap kudiamkan kontol itu di dalam mulutku hingga beranjak melemas. Kukeluarkan kontol Pak Sigit dari mulutku dan kujilati sisa-sisa mani yang menempel pada batang dan kepalanya. Kulihat ekspresi Pak Sigit begitu puas dengan apa yang baru saja kulakukan. Ia masih terengah-engah dengan wajah penuh peluh. Dadanya yang coklat tampak mengkilat dibasahi butir-butir keringatnya.
Aku menegakkan badanku, dan menyandarkannya ke dada Pak Sigit yang masih basah. Kakinya ia silangkan ke kakiku, dan kedua tangannya memeluh tubuhku dari belakang.
"Terima kasih, Dik Bondan!" katanya seraya menciumi leherku.
Kusandarkan kepalaku ke bahunya, hingga ia bisa leluasa menjilat dan mencium leherku. Pak Sigit terussaja memelukku, hingga satu jam kemudian kontolnya mulai berdiri lagi.

Mengetahui hal ini, aku lantas meminta Pak Sigit untuk mencicipi lobang anusku. Awalnya ia menolak, karena tak ingin melihatku tersiksa. Namun, setelah kuyakinkan bahwa nantinya aku akan merasa nikmat, ia menyetujuinya. Ia lumuri kontolnya dengan ludahku dan ludahnya, kemudian ia lumurkan sisanya ke anusku. Setelah itu, ia meletakkan kedua kakiku di atas pundaknya dan ia posisikan kontolnya di depan lubang anusku. Ia mulai memasukkan kepala kontolnya, lantas menghentikannya dikarenakan aku mengerang kesakitan. Aku meyakinkannya bahwa aku akan baik-baik saja, tapi ia tetap saja mengurungkan niatnya.

Sesaat kemudian, ia segera keluar dari kamar dan masuk kembali dengan membawa sebungkus kondom dan gel pelicin. Ia lumurkan gel itu ke kontolnya, lalu ia memakai kondom itu. Di atas kondom itu, ia lumurkan lagi gel itu dengan maksud agar lebih licin. Selanjutnya, ia masukkan kontolnya ke anusku senti demi senti. Aku mencoba menahan rasa sakit yang ditimbulkan untuk meyakinkan Pak Sigit bahwa aku baik-baik saja.
"Lepas saja kondomnya, Pak!" pintaku ketika Pak Sigit berhasil membobol anusku beberapa kali.
"Tapi." jawab Pak Sigit.
"Lepas saja, Pak! Lebih nikmat tanpa kondom, kan?" kataku dengan desah menggoda.

Akhirnya Pak Sigit bersedia melepas kondom dan melanjutkan permainan. Beberapa saat berlalu, Pak
Sigit kuminta berhenti. Aku memposisikan diriku dengan doggy style, kemudian kusuruh Pak Sigit untuk memasukkan kontolnya kembali ke anusku. Ia mulai merasakan kenikmatan nge-fuck anusku. Ia tampak semakin lihai dalam menyodomi anusku. Aku mendesah dan mendesis pelan, sementara Pak Sigit dengan kecepatan konstannya merojok lubang kenikmatanku.

Merasa nikmat dengan posisi seperti ini, Pak Sigit semula menolak untuk berganti posisi lagi. Setelah
melalui perdebatan kecil, akhirnya Pak Sigit mau merojok anusku dengan posisi berhadapan denganku. Aku tidur telentang dengan kaki ke atas dan badan Pak Sigit berada di antara pahaku. Wajah kami berhadapan sehingga Pak Sigit dengan mudah mendapat dua sensasi sekaligus, yakni menyodomi dan mencumbu wajahku.

Nafas Pak Sigit menderu dan terasa sangat hangat di wajahku ketika posisi itu telah kami jalani selama beberapa saat. Kulingkarkan kakiku di pinggang Pak Sigit, hingga ia bisa menyodokku lebih dalam. Tubuh kami terbasahi keringat. Tanganku melingkari punggungnya, hingga dada kami saling bergesekan.
Sementara, kulihat pantat Pak Sigit tak henti-hentinya naik turun memompa maninya agar keluar dari pabriknya. Kali ini, tampaknya Pak Sigit semakin mempercepat gerakannya, juga gerakan pantatku yang mengimbangi goyangannya.

"Ugh.. egh.. nggh.. A.. ku.. aakh.. ah.. keluaarr!" kalimat itu terlontar begitu saja dari mulut Pak Sigit saat ia mengeluarkan pejuhnya di anusku. Pak Sigit masih terus memompa anusku di saat-saat orgasmenya. Ia keluarkan kontolnya dari anusku, kemudian menggesek-gesekkannya dengan kontolku yang masih belum sempat memuntahkan lahar putihnya. Tampaknya Pak Sigit menyadari bahwa aku belum
mengalami orgasme. Lantas ia menyuruhku berpindah tempat sejenak, dan ia sandarkan tubuhnya ke sandaran ranjang. Segera setelah itu, ia tarik tubuhku hingga punggungku menempel pada dadanya. Ia peluk dan ciumi aku sebentar, lalu ia meludah pada kedua tangannya dan menyuruhku berbuat hal yang sama.

Setelah itu, Pak Sigit meraih batang kontolku dan ia genggam dengan tangan kirinya yang penuh ludah.
Sementara itu, tangan kanannya memainkan kedua buah zakarku, hingga aku merasa sangat nikmat dibuatnya. Merasakan nikmat yang ditimbulkan oleh sentuhan tangan kasar Pak Sigit, membuatku agak lupa diri. Aku menyandarkan kepalaku ke bahu Pak Sigit, dan kedua tanganku meremas-remas rambutnya. Pak Sigit sendiri selain memainkan kontolku, lagi-lagi ia menciumi leherku. Bahkan, kurasakan ia membuat sebuah cupang di leher bagian bawahku.

Tampaknya Pak Sigit sangat terlatih ngocok, terbukti tangannya lihai memainkan kontolku. Tak hanya
dikocoknya, tapi juga diremas dan dipilinnya. Hal tersebut terus dilakukannya sampai aku mencapai batas maksimal. Dengan deras, aku menyemprotkan mani ke udara dan akhirnya jatuh membasahi dada dan perutku. Pak Sigit terus memilin dan meremas kontolku sampai kontolku melemas. Mungkin karena kelelahan, kami berdua tertidur dalam posisi yang masih sama dengan posisi terakhir, sampai akhirnya Pak Sigit terbangun dengan sendirinya.

Ia memintaku menginap malam itu di rumahnya. Sebuah mimpi yang menjadi nyata bagiku, menggantikan posisi istri Pak Sigit sampai keesokan harinya. Memang benar, Pak Sigit mempunyai tenaga yang kuat. Sampai sebelum tidur malam bertelanjang di bawah satu selimut dan dalam satu pelukan, kami ber-intim sebanyak dua kali. Satu kali ia nge-fuck di antara pahaku, karena anusku sudah terlalu lelah. Dan saat ayam jantan berkokok, ia membangunkan aku untuk ngemut kontolnya dan kembali nge-fuck pahaku.